(Meluruskan Pemahaman yang Keliru)
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِــيْمِ
Ada sebagian orang keliru dalam memahami berberapa hadits terkait dengan ruqyah lalu berkesimpulan melarang atau menghindari dari segala yang terkait dengan ruqyah. Diantaranya bersandar kepada beberapa hadits berikut :
1. عن جابر رضي الله عنه قال : نهي رسول الله ﷺ عن الرُّقي
(رواه مسلم)
“Dari sahabat Jabir r.a berkata : RasuluLLLah ﷺ telah melarang Ruqyah”
(HR. Muslim)
2. عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله ﷺ : إنّ الرقى و التِّوالة شِرْكٌ (رواه حاكم و صححه – المستدرك، كتاب الطب)
“Dari Ibn Mas’ud r.a berkata : Bersabda RasuluLLah ﷺ : Sesungguhnya Ruqyah dan Tiwalah (sejenis ‘pelet’) adalah perbuatan Syirik”
(HR. Hakim - Al Mustadrak, kitab Pengobatan)
3. عن ابن عباس رضي الله عنه قال : قال رسول الله ﷺ : " يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ، قَالُوا وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هُمُ الَّذِينَ لا يَكْتَوُونَ وَلا يَسْتَرْقُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
(رواه الشيخان)
و في رواية عند مسلم : هُمُ الَّذِينَ لا يرقون وَلا يَسْتَرْقُونَ ولا يتطيّرون ولا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Dari Ibn Abbas ra, dia berkata: Telah bersabda RasuluLLah ﷺ : Akan masuk surga tanpa hisab dari umatku sebanyak 70 ribu orang. Para sahabat bertanya, siapakah mereka itu ya RasuluLLah ? Beliau bersabda : mereka itu adalah orang-orang yang tidak minta di-dan tidak minta diruqyah dan mereka bertawakkal kepada Robb mereka.
(HR. Bukhari-Muslim)
Dalam riwayat Imam Muslim : “mereka itu yang tidak meruqyah dan tidak minta diruqyah tidak tathoyyur, tidak minta di-kay dan mereka bertawakkal kepada Robb mereka”.
Titik Persoalan yang jadi perbedaan
Kekeliruan itu berakar dari kekeliruan memahami istilah ruqyah itu sendiri. Dianggapnya setiap penyebutan kata ruqyah/ruqo (الرقى/الرقية) pastilah ruqyah syar'iyyah. Padahal secara makna arti ruqyah itu sendiri adalah: Mantera/jampi. Dan itu bisa terdefinisi sebagai Ruqyah Syar'iyyah ataukah Ruqyah Syirkiyyah (jahiliyyah/syaithaniyyah). Sebagaimana yang dikonsultasikan seorang sahabat yang bernama 'Auf bin Malik Al-Asyja'iy kepada baginda Nabi ﷺ :
عَنْ عَوْفٍ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قـال : كُنَّا نَرْقِي فِى الْجَـاهِلِيَّةِ، فَقُلْنـَا يـَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى بِذلِكَ ؟ فَقَالَ : أَعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَـأْسَ بِالرُّقَى مَالَمْ يَكُنْ شِرْكـاً
(رواه مسلم)
Dari sahabat ‘Auf bin Malik ra dia berkata : Kami dahulu meruqyah di masa Jahiliyyah, maka kami bertanya : “Ya RosuluLLaah, bagaimana menurut pendapatmu ?” Beliau ﷺ menjawab : “Tunjukkan padaku Ruqyah (mantera) kalian itu. Tidak mengapa mantera itu selama tidak mengandung kesyirikan”
(HR. Muslim).
Atau hadits Jabir bin AbdiLLaah radhiaLLaahu 'anhu berikut:
عن جابر رضي الله عنه قال نهي رسول الله صلى لله عليه و سلَم عن الرُّقي فجاء آل عمرو بن حزم، فقالوا : يا رسول الله إنّه كانت عندنا رقية نرقى بها من العقرب، قال : فعرضوا عليه، فقال : ما أرى بـأساً، من استطاع أن ينفع أخاه فلينفعه (رواه مسلم)
Dari Jabir ra berkata : RasuluLlah ﷺ telah melarang Ruqyah. Maka datanglah keluarga ‘Amru bin Hazm, mereka berkata : Yaa RosulaLLaah bahwa kami memiliki Ruqyah (mantera) yang biasa kami meruqyahnya jika terkena gangguan kalajengking. Maka mereka menunjukkankan (Ruqyah itu) kepada RasuluLLaah ﷺ. Lalu beliau bersabda : saya memandang tidak apa-apa ruqyah kalian itu. Barangsiapa yang mampu memberi manfaat bagi saudaranya, maka lakukanlah. (HR. Muslim)
Jika kita posisikan konteks pemaknaan kata ruqyah pada tempatnya maka tidak akan keliru lagi memahaminya. Termasuk hadits tentang kriteria 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab itu adalah "tidak meruqyah atau meminta ruqyah dengan ruqyah syirkiyyah/jahiliyyah/syaithaniyyah terbukti kalimat ruqyah di hadits tersebut disandingkan dengan segala perbuatan/kebiasaan jahiliyyah (Tathoyuur, Kay dengan besi panas). Adapun dengan ruqyah syar'iyyah tentu tidak mengapa bahkan sangat terpuji karena artinya berobat dengan Al-Quran dan dengan doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
___
[RR].
Selanjunya mari kita kaji QS. Al Isro' : 82 yang menjadi landasan bahwa Al Qur'an minjadi obat penyembuh yang datangnya dari ALlah
Menjadikan Al-Quran sbg Syifaà (penyembuhan)
Pokok Pembahasan menjadikan Al-Quran sbg penyembuh adalah QS Al-Isra/17 ayat 82
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi syifaà dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Dari ayat di atas, paling tidak ada tiga hal utk menjadikan AQ sbg penyembuh.
1. Paham bhw AQ diturunkan oleh ALLaah swt Yg Maha Menyembuhkan
2. Yakin bhw ada jaminan penyembuhan yg ALLaah swt pastikan.
3. Menghilangkan kezaliman, baik yg ada di diri sendiri maupun pihak lain
a. Yg ada di diri sendiri → zalim thd ALLaah swt, thd diri, maupun makhluk ALLaah lainnya. → mohon ampunan kpd ALLaah swt dan meminta maaf kpd makhluk-Nya.
b. Yg ada di pihak lain →
a. Dari nasab: memohonkan ampunan utk mereka yg beriman, memohon kpd ALLaah swt berkenan memutus perjanjian/ikatan batil yg pernah mereka lakukan.
b. Dari yg posisinya di atas kita: menasehatinya dg kalimat haq secara hikmah,
c. Dari yg posisinya di bawah pengaruh kita: dg amar ma'ruf - nahy munkar
d. Maupun yg sejajar dg kita: dg tawashow bil haq bis shobri wal bil marhamah (saling berwasiat dg kebenaran, kesabaran dan kasih sayang).
—————————————
Yakin bhw ALLaah swt menyembuhkan, maknanya bhw kesembuhan yg diminta kpd ALLaah swt itu sdh ada di sisiNya.
a. Apakah diserahkan di dunia sebagai ujian kebaikan, ataukah
b. Diserahkan di akhirat sebagai pemberian besar tdk terhingga, ataukah
c. Sebagai pencegah balà/keburukan yg setara dg bobot permintaannya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال
اُدْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِاْلإِجَابَةِ.
Dari Abu Hurairah RadhiyaLLaahu 'anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,
Berdo’alah kepada Allah dalam keadaan engkau merasa yakin akan dikabulkannya do’a.
(HR At-Tirmidzi 3479, Hasan shahih)
ٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا”، قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ قَالَ: “اللَّهُ أَكْثَرُ” (رواه أحمد ١٠٧٠٩).
Dari Abu Sa’id berkata; Nabi ﷺ bersabda: “Tidak ada seorang muslimpun yang berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa atau pemutusan tali silaturrahim, kecuali ALLaah akan memberinya tiga kemungkinan;
- disegerakan pengabulan doanya (di dunia ini), atau
- disimpan pahalanya untuknya untuk (diberikan) di akhirat,
- atau ia dijauhkan dari keburukan yang setara nilainya”.
Para sahabat berkata: “Jika demikian kita perbanyak (berdoa yang banyak) saja”, beliau bersabda: “ALLah memiliki yang lebih banyak (sebagai balasan dan pengkabulan”
(HR. Ahmad 10709).
Adapun inti dari terapi adalah Perubahan diri menuju kebaikan yg ALLaah swt ridhai.
————————————
Secara praktek,
1. Sebelum membacakan ayat² AQ atau doa² kesembuhan, maka perbanyaklah mohon ampunan kpd ALLaah swt dg mengakui dosa kesalahan itu di hadapanNya atas segala perbuatan yg keliru. Dan terhadap org/makhluk lain meminta dan memberi maaf..
→ lakukanlah kewajiban² terkait dg upaya menghilangkan kezaliman sbgm di atas..
2. Menghentikan perbuatan/amalan yg keliru dan memusnahkan segala barang yg tdk diridhai / tdk disukai ALLaah swt, yg malaikatNya jg tdk menyukai itu. Dan jika ALLaah swt dan para malaikatNya tdk menyukai semua itu maka sebaliknya itu adalah segala hal yg disukai syaitan.
3. Iringi dg perbuatan baik yg diridhai ALLaah swt, sperti shodaqoh.
4. Membacakan ayat² AQ dg memohon agar ALLaah swt Yg Maha Meyembuhkan berkenan memberikan kesembuhanNya.
0 comments:
Post a Comment